Senin, 17 Agustus 2015

Kebahagiaan Tak Bersyarat

Hampir seluruh orang di dunia ini mencari sebuah kebahagiaan dalam hidupnya. Dan banyak dari mereka yang menuntut banyak syarat dalam kebahagiaan itu. seperti saya bahagia jika saya punya mobil, saya bahagia jika saya mempunyai istri yang cantik, saya bahagia jika saya . . . . Semua itu seakan-akan mengerucutkan kebahagian  dengan kata jika. Apakah benar apabila kebahagiaan itu tercipta dari sebuah kata di balik kata jika? Jika benar, maka tidak mengherankan apabila didunia yang luas ini, masih banyak dijumpai orang yang patah semangat, putus asa dan menyerah. Alasanya jelas karena kebahagiaan mereka berasal dari sebuah syarat kata jika saja.
                Kebahagiaan yang berasal dari banyak syarat, hanya akan membuat orang putus asa. Alasanya karena kebahagiaan itu bukan berasal dari dalam diri manusia, namun hanya berasal dari kulitnya saja. Maka tidak mengherankan apabila kebahagian bersyarat ini tidak memiliki daya tahan yang lama dalam diri manusia. Sebagai contoh seseorang yang mengsyaratkan dirinya bahagia apabila mempunya mobil mewah. Setelah mobil itu didapatkan kebahagiaan pun muncul, lalu lama kelamaan kebahagiaan yang diidam-idamkan itu akan memudar dan menghilang karena termakan oleh rasa kebosanan. Sifat bosan inilah yang akan mengikis rasa kebahagian jika kebahagiaan itu bukan berasal dari dalam diri.
                Secara kontekstual, dunia ini diciptakan bukan untuk menuruti setiap kehendak diri seseorang maupun diri orang lain. Melainkan dunia ini diciptakan untuk menuruti keinginan semua, baik saya mapun oranglain namun hal itu terjadi secara sinergi dan seimbang. Sehingga seseorang tidak bisa meminta sesuatu pada dunia secara egois atau atas dasar dirinya sendiri. Oleh karena perlu suatu sikap menerima akan segala hal yang terjadi. Karena semua yang terjadi di dunia ini sudah disesuaiakan dengan kaidah dan keseimbangannya.
                Mengejar kebahagiaan itu  seperti mengejar seekor kupu-kupu di tanah lapang. Ketika kupu-kupu itu dikejar, maka ia akan semakin menjauhi kita. Yang dibutuhkan hanyalah suatu sikap sabar dan percaya bahwa kupu-kupu itu akan datang dengan sendirinya. Inilah hakikat dari kebahagiaan itu sendiri, dimana kita tidak perlu mencari dan mengadakannya dengan berbagai hal. Cukup dengan sadar bahwa sebenarnya kebahagiaan itu sudah kita pegang dan setelah itu tinggal kita sadari saja.
                Seorang suci yang bernama St. Fransiskus pernah membuktikan kebahagiaan ini dalam doa yang ia lakukan sehari-hari. “Semoga aku bisa menerima apa yang tak bisa kuubah dan berilah aku kekuatan untuk merubah apa yang bisa kuubah” lewat kata-kata dalam doanya ini, sangat jelas sekali tergambar sebuah kepasrahan dan semangat. Karena dia percaya bahwa semua yang kita inginkan itu sebenarnya sudah ada dalam diri kita dan bertahkta disana, tinggal cara kita saja menyadari dan menggunakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar