Hampir seluruh
orang di dunia ini mencari sebuah kebahagiaan dalam hidupnya. Dan banyak dari
mereka yang menuntut banyak syarat dalam kebahagiaan itu. seperti saya bahagia
jika saya punya mobil, saya bahagia jika saya mempunyai istri yang cantik, saya
bahagia jika saya . . . . Semua itu seakan-akan mengerucutkan kebahagian dengan kata jika. Apakah benar apabila
kebahagiaan itu tercipta dari sebuah kata di balik kata jika? Jika benar, maka
tidak mengherankan apabila didunia yang luas ini, masih banyak dijumpai orang
yang patah semangat, putus asa dan menyerah. Alasanya jelas karena kebahagiaan
mereka berasal dari sebuah syarat kata jika saja.
Kebahagiaan
yang berasal dari banyak syarat, hanya akan membuat orang putus asa. Alasanya
karena kebahagiaan itu bukan berasal dari dalam diri manusia, namun hanya
berasal dari kulitnya saja. Maka tidak mengherankan apabila kebahagian
bersyarat ini tidak memiliki daya tahan yang lama dalam diri manusia. Sebagai
contoh seseorang yang mengsyaratkan dirinya bahagia apabila mempunya mobil
mewah. Setelah mobil itu didapatkan kebahagiaan pun muncul, lalu lama kelamaan
kebahagiaan yang diidam-idamkan itu akan memudar dan menghilang karena termakan
oleh rasa kebosanan. Sifat bosan inilah yang akan mengikis rasa kebahagian jika
kebahagiaan itu bukan berasal dari dalam diri.
Secara
kontekstual, dunia ini diciptakan bukan untuk menuruti setiap kehendak diri
seseorang maupun diri orang lain. Melainkan dunia ini diciptakan untuk menuruti
keinginan semua, baik saya mapun oranglain namun hal itu terjadi secara sinergi
dan seimbang. Sehingga seseorang tidak bisa meminta sesuatu pada dunia secara
egois atau atas dasar dirinya sendiri. Oleh karena perlu suatu sikap menerima
akan segala hal yang terjadi. Karena semua yang terjadi di dunia ini sudah
disesuaiakan dengan kaidah dan keseimbangannya.
Mengejar
kebahagiaan itu seperti mengejar seekor
kupu-kupu di tanah lapang. Ketika kupu-kupu itu dikejar, maka ia akan semakin
menjauhi kita. Yang dibutuhkan hanyalah suatu sikap sabar dan percaya bahwa
kupu-kupu itu akan datang dengan sendirinya. Inilah hakikat dari kebahagiaan
itu sendiri, dimana kita tidak perlu mencari dan mengadakannya dengan berbagai
hal. Cukup dengan sadar bahwa sebenarnya kebahagiaan itu sudah kita pegang dan
setelah itu tinggal kita sadari saja.
Seorang
suci yang bernama St. Fransiskus pernah membuktikan kebahagiaan ini dalam doa
yang ia lakukan sehari-hari. “Semoga aku bisa menerima apa yang tak bisa kuubah
dan berilah aku kekuatan untuk merubah apa yang bisa kuubah” lewat kata-kata
dalam doanya ini, sangat jelas sekali tergambar sebuah kepasrahan dan semangat.
Karena dia percaya bahwa semua yang kita inginkan itu sebenarnya sudah ada
dalam diri kita dan bertahkta disana, tinggal cara kita saja menyadari dan
menggunakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar